Tok MK Putuskan Tolak Gugatan Demas Brian Wicaksono dan Koleganya, Pemilu Tetap Coblos Calon (Proporsional Terbuka)

Suasana Di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi
Editor   : Aar Tala
Kalimantan24.com-Jakarta-Hari ini Kamis,15 Juni 2023 Mahkamah Konstitusi MK akan mengetok palu atas gugatan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan oleh pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono beserta lima koleganya. 

Para penggugat tersebut ialah:

1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
2. Yuwono Pintadi
3. Fahrurrozi (bacaleg 2024)
4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)
5. Riyanto (warga Pekalongan)
6. Nono Marijono (warga Depok)

Mereka keberatan dengan pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu.

Dalam sidang hari ini hanya di hadiri oleh 8 hakim MK saja karna ada 1 hakim yang berhalangan hadir.

Hakim MK Wahiduddin Adams
Juru bicara MK, Fajar Laksono kepada wartawan, menjelaskan bahwa hakim Wahiduddin sedang berada di luar negeri untuk menjalankan tugas.

"Hakim Wahiduddin sedang ada tugas MK ke luar negeri, berangkat tadi malam," kata Fajar Laksono.

Dia mengatakan sidang tetap bisa berlangsung meski tak dihadiri secara lengkap oleh sembilan orang hakim konstitusi. Dia mengatakan sidang tak dapat dilaksanakan jika hakim kurang dari tujuh orang.

"Sidang pleno dihadiri oleh sembilan hakim, dalam kondisi luar biasa dapat dihadiri tujuh hakim. Kurang dari tujuh hakim, sidang pleno tidak dapat dilaksanakan," terangnya.

Berikut delapan Hakim Konstitusi yang hadir: Anwar Usman, Guntur Hamzah, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Suhartoyo,Daniel Yusmic P Foekh, Arief Hidayat, dan Manahan MP Sitompul.

Dan ternyata Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan terhadap sistem pemilihan umum (Pemilu) yang diajukan kader PDIP tersebut. Dengan demikian, sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.

Dalam konklusinya, MK menegaskan, pokok permohonan mengenai sistem Pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. 

Alhasil, gugatan bernomor 114/PUU-XX/2022 itu gagal menjadikan Pemilu sistem proporsional tertutup diberlakukan lagi.

"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis (14/6/2023).

Dalam pertimbangannya, MK menilai, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 tidak menentukan jenis sistem pemilihan umum yang digunakan untuk anggota legislatif. 

Sikap itu diambil MK setelah menimbang ketentuan-ketentuan dalam konstitusi yang mengatur ihwal pemilihan umum.

"UUD 1945 hasil perubahan pun tidak menentukan sistem pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD. Dalam hal ini, misalnya, Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 menyatakan anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum," ucap hakim MK Suhartoyo.

MK lebih mendukung sistem proporsional terbuka karena lebih mendukung iklim demokrasi di Tanah Air. 

Hal itu berkebalikan kalau sistem proporsional tertutup yang diterapkan. 

"Sistem proporsional dengan daftar terbuka dinilai lebih demokratis," ujar Suhartoyo.

MK menegaskan, pertimbangan tersebut diambil setelah menyimak keterangan para pihak di antaranya DPR, presiden, KPU, ahli, saksi dan mencermati fakta persidangan.

"Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk sepenuhnya," pungkas Anwar Usman.(****)
Lebih baru Lebih lama