Banjarmasin - Kalimantan24.com - Forum diskusi yang diadakan oleh Ambin Demokrasi pada Sabtu sore (18/5/24) kembali memanas terkait kebijakan pengenaan tarif Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang diberlakukan kepada seluruh pelanggan air bersih di Banjarmasin. Kebijakan ini, yang diberlakukan sejak April 2004 melalui Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 152 Tahun 2003, menuai banyak keluhan dari masyarakat.
Kebijakan Tarif IPAL dan Dampaknya
PT Pengelolaan Air Limbah Domestik (PALD) Kota Banjarmasin mulai mengenakan tarif pengelolaan air limbah domestik serta layanan seperti tinja dan air limbah lainnya bagi seluruh pelanggan air bersih. Tarif ini ditagih setiap bulan bersamaan dengan pembayaran air bersih dari PDAM. Kebijakan tersebut dianggap sangat memberatkan warga Banjarmasin, terutama mereka yang sudah berlangganan air dari PDAM.
Sukrowardi, anggota Dewan dari Fraksi Golkar, menyatakan bahwa mekanisme pembuatan Perwali tersebut tidak melibatkan DPRD sebagai representasi warga. "Mekanisme ini seperti 'selonong boy', tanpa permisi dan tanpa ada pemberitahuan terhadap para anggota dewan kota Banjarmasin," ujar Sukrowardi.
Ketidakpuasan dan Keluhan Masyarakat
Warga Banjarmasin merasa kebijakan ini tidak adil dan tidak transparan. Majid, salah satu warga yang hadir dalam forum, dengan tegas menolak pengenaan retribusi IPAL ini. "Kebijakan ini seperti merampok uang rakyat dengan membuat peraturan daerah yang tidak melibatkan anggota dewan, dan tidak di sosialisasikan dulu ke masyarakat" katanya.
Salah satu masalah utama yang diangkat adalah bahwa hampir 80% masyarakat Banjarmasin tidak menggunakan instalasi IPAL. Instalasi ini hanya digunakan di beberapa pemukiman seperti kompleks perumahan, sehingga banyak warga yang tidak merasakan manfaat langsung dari pengenaan tarif tersebut.
Kritik terhadap Proses Pembuatan Perwali
Sukrowardi menambahkan, "Kita bukan tidak menerima peraturan ini, tetapi karena dibuat tanpa ada pemberitahuan dan tanpa melibatkan perwakilan rakyat di dewan, ini akan sangat menyakitkan hati masyarakat dan membebankan mereka." Ia menyoroti bahwa keputusan sepihak ini mencerminkan ketidakpedulian pemerintah daerah terhadap aspirasi warga.
Kesimpulan
Forum Ambin Demokrasi menekankan pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan yang berdampak luas pada masyarakat. Kebijakan tarif IPAL di Banjarmasin harus ditinjau kembali dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk DPRD dan masyarakat, untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut adil dan bermanfaat bagi semua.
Rekomendasi
Untuk mengatasi kontroversi ini, disarankan agar pemerintah kota Banjarmasin mengadakan dialog terbuka dengan warga dan DPRD, serta mempertimbangkan revisi kebijakan yang lebih inklusif dan transparan. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat dipulihkan dan kebijakan yang dihasilkan dapat diterima oleh semua pihak. ( Agus Mr )