Jakarta - Kalimantan24.com - Konten TikTok @Wonggede99 yang lagi menyoroti Dunia pers Indonesia digemparkan oleh bocornya rancangan undang-undang (RUU) tentang penyiaran yang tengah dibahas oleh DPR ucap Karni Ilyas.
Karni Ilyas mengatakan, Meski sudah dibahas sejak 27 Maret 2024, baru minggu ini draf tersebut menjadi berita heboh. Pasal yang paling mengundang kontroversi adalah Pasal 50B Ayat 2, yang memuat sejumlah larangan mengenai isi siaran dan konten siaran. Senin (20/05/2024)
Salah satu larangan yang tercantum adalah penayangan isi siaran yang terkait dengan narkotika, psikotropika, aditif alkohol, perjudian, dan rokok. Namun yang lebih mengagetkan adalah larangan terhadap penayangan eksklusif, jurnalistik, dan investigasi. Larangan ini dianggap mengancam esensi jurnalistik, terutama dalam hal peliputan investigasi yang selama ini dianggap sebagai mahkota dunia jurnalistik.Ucap Bung Karni
“Investigasi adalah bagian penting dari jurnalistik. Saya beberapa kali menjabat sebagai pemimpin redaksi dan selalu menekankan pentingnya program investigasi. Dalam kuliah-kuliah jurnalistik, penayangan investigasi adalah yang paling penting,” ujar Bung Karni yang juga seorang pemimpin redaksi sangat keberatan dengan draf RUU ini.
Penayangan investigasi telah menjadi standar emas dalam dunia jurnalistik global. Contoh paling terkenal adalah skandal Watergate di Amerika Serikat yang diungkap oleh wartawan Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein. Liputan investigatif mereka berhasil membongkar skandal yang menyebabkan Presiden Richard Nixon mundur dari jabatannya. Keberhasilan ini menunjukkan betapa pentingnya jurnalisme investigasi dalam mengungkap kebenaran dan menyajikan informasi yang mendalam kepada publik.
“Agak aneh jika undang-undang di Indonesia ingin melarang penayangan semacam itu. Semua media di dunia memiliki program investigasi. Ini adalah alat penting untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi dalam masyarakat,” tambah Bung Karni.
Reaksi keras dari berbagai kalangan pers dan akademisi jurnalistik di Indonesia terus bermunculan. Mereka menilai bahwa draf RUU ini tidak hanya membatasi kebebasan pers tetapi juga menghambat fungsi media sebagai pilar demokrasi yang keempat. Peran media sebagai pengawas kekuasaan dan pelindung kepentingan publik bisa terancam jika draf ini disahkan menjadi undang-undang.
Saat ini, berbagai organisasi jurnalis dan media sedang bersiap untuk melakukan langkah-langkah advokasi guna mengubah pasal-pasal yang dianggap kontroversial dalam draf RUU tersebut. Mereka berharap ada dialog konstruktif dengan pihak DPR untuk mencari jalan tengah yang tidak merugikan kebebasan pers dan tetap menjaga etika serta tanggung jawab dalam penyiaran.
Perkembangan mengenai pembahasan draf RUU ini akan terus dipantau oleh berbagai pihak, dengan harapan agar kebebasan pers di Indonesia tetap terjaga dan tidak tergerus oleh regulasi yang berlebihan.