Martapura, Kalimantan24.com - Masjid Agung Al Karomah, yang terletak di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, merupakan masjid terbesar di wilayah tersebut dan menjadi tengara penting bagi kota Martapura. Terletak strategis di Jalan Ahmad Yani, jalan utama yang menghubungkan berbagai kota di Kalimantan Selatan, masjid ini mudah diakses dan menjadi pusat aktivitas keagamaan serta sosial bagi masyarakat setempat.
Sejarah Panjang dan Bermakna
Martapura, sebagai pusat Kerajaan Banjar, telah menyaksikan pemerintahan 12 sultan. Pada masa itu, Masjid Agung Al Karomah, yang awalnya dikenal sebagai Masjid Jami' Martapura, berfungsi sebagai tempat peribadatan, dakwah Islamiyah, integrasi umat Islam, dan bahkan sebagai markas pertahanan para pejuang melawan Belanda. Keinginan untuk membangun masjid yang lebih besar muncul setelah pembakaran Kampung Pasayangan dan Masjid Martapura. Pembangunan masjid pun dimulai pada tahun 1863 Masehi atau 1280 Hijriyah.
Masjid ini didirikan oleh panitia pembangunan yang terdiri dari HM. Nasir, HM. Taher (Datu Kaya), dan HM. Afif (Datu Landak), dengan dukungan dari Raden Tumenggung Kesuma Yuda dan Mufti HM Noor. Pada 10 Rajab 1315 H (5 Desember 1897 M), pembangunan Masjid Jami' Martapura dimulai dengan menggunakan struktur utama dari kayu ulin, atap sirap, serta dinding dan lantai dari papan kayu ulin. Meskipun telah mengalami beberapa kali renovasi, struktur utama masjid tetap dipertahankan sebagai bukti sejarah.
Renovasi dan Perubahan Arsitektur
Pada malam Senin 12 Rabiul Awal 1415 H, bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Masjid Jami' Martapura diresmikan menjadi Masjid Agung Al Karomah dengan ukuran 37,5 meter x 37,5 meter. Saat ini, masjid berdiri megah dengan konstruksi beton dan rangka atap dari baja nirkarat yang terstruktur dalam bentuk space frame, dengan kubah yang dilapisi enamel.
Renovasi besar terakhir pada tahun 2004 menelan biaya sebesar Rp 27 miliar. Arsitektur masjid ini mengadopsi banyak elemen dari Timur Tengah, seperti atap kubah bawang dan ornamen gaya Belanda. Awalnya, atap masjid berbentuk kerucut dengan konstruksi beratap tumpang bergaya tradisional Banjar, namun setelah beberapa kali renovasi, bentuknya berubah menjadi kubah.
Elemen Tradisional yang Tetap Dipertahankan
Meskipun telah mengalami tiga kali renovasi, empat tiang ulin yang menjadi Saka Guru peninggalan bangunan pertama masjid masih dipertahankan. Mimbar yang berusia lebih dari satu abad dengan ukiran untaian kembang dan berbentuk panggung lengkap dengan tangga juga tetap berfungsi hingga saat ini. Pola ruang masjid ini mengadopsi pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa oleh Khatib Dayan bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini.
Simbol Keagungan dan Sejarah
Masjid Agung Al Karomah tidak hanya menjadi pusat kegiatan keagamaan, tetapi juga simbol kebanggaan dan keagungan sejarah bagi masyarakat Martapura dan sekitarnya. Dengan mempertahankan elemen-elemen tradisionalnya, masjid ini menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah dan perkembangan Islam di Kalimantan Selatan. Keberadaan tiang guru empat di ruang cella menambah nilai kosmologi dan spiritual masjid ini, menjadikannya tempat yang tidak hanya indah secara fisik, tetapi juga kaya akan makna sejarah dan budaya.
Masjid Agung Al Karomah Martapura kini berdiri megah, menghubungkan masa lalu dengan masa kini, dan terus menjadi pusat spiritual dan kebanggaan bagi masyarakat Kalimantan Selatan. (Dari Berbagai Sumber)