Kebumen, Kalimantan24.com - SMPN 2 Kebumen kini jadi sorotan publik setelah muncul dugaan pelanggaran terhadap Permendikbud No. 75 Tahun 2016 mengenai Komite Sekolah. Sekolah ini diduga memungut sumbangan yang disebut "sukarela", namun ironisnya, nominal sumbangan tersebut telah ditentukan sebelumnya, menyebabkan keluhan dari para orang tua siswa pada tanggal 28 Juni 2024.
Permendikbud No. 75 Tahun 2016 menegaskan bahwa kontribusi yang diminta oleh sekolah melalui komite harus bersifat sukarela dan tidak mengikat. Namun, beberapa orang tua siswa di SMPN 2 Kebumen mengeluhkan bahwa mereka ditagih untuk membayar sumbangan tersebut saat akan mengambil rapor atau ijazah. Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan orang tua dan masyarakat sekitar.
“Saya merasa tertekan dengan adanya tagihan sumbangan sukarela itu. Seharusnya kontribusi tersebut bersifat sukarela, tetapi kenyataannya kami harus membayar dengan nominal yang sudah ditentukan,” ujar salah satu orang tua siswa yang tidak ingin disebutkan namanya.
Kasus ini mencuat setelah beberapa orang tua menceritakan kejadian ini kepada media. Mereka berharap ada tindakan tegas terhadap pihak sekolah yang diduga melanggar regulasi yang ada.
Sementara itu, Sugiyono, Ketua DPC LPKSM Kresna Cakra Nusantara, meminta agar dinas pendidikan dan Inspektorat Kabupaten Kebumen segera melakukan investigasi untuk memastikan kebenaran informasi ini dan mengambil langkah tegas jika ditemukan adanya pelanggaran.
“Saya berharap agar kasus ini segera ditangani dengan transparan dan adil, demi menjaga integritas sistem pendidikan dan melindungi hak-hak orang tua serta siswa,” ungkapnya.
Sugiyono mengklaim bahwa rapat komite sudah diatur sedemikian rupa untuk menjatuhkan mental dan psikologis orang tua siswa. Ia menambahkan bahwa sering kali orang tua siswa mendengar komite memberikan perbandingan seperti "masak titip motor saja bayar 2000, masak nyekolahkan anak, mintarkan anak kok maunya gratisan." Sugiyono menduga bahwa kalimat ini digunakan untuk menjatuhkan mental dan psikologis peserta rapat agar mau mengikuti arahan komite untuk mengisi formulir kesanggupan membayar sumbangan yang sudah ditentukan nominalnya.
Menurut Sugiyono, Permendikbud No. 75 Tahun 2016 memperbolehkan sekolah menerima sumbangan sukarela, bukan meminta sumbangan. “Sekolah seperti lahan bisnis, mereka bekerja sama antara kepala sekolah dan komite untuk meminta sumbangan tersebut, terutama saat pengambilan rapor dan ijazah. Penagihannya seperti itu, sumbangan kok ditagih, ini sangat membodohi masyarakat,” ujarnya.
Sugiyono juga menuntut agar uang sumbangan yang sudah dipungut dikembalikan kepada para orang tua siswa, baik itu uang LKS, uang modul ajar, atau bentuk pungutan lainnya. “Sumbangan itu tidak harus ada formulir yang disiapkan sebelumnya, ini adalah sumbangan yang menjebak, memaksa orang untuk menyumbang dengan cara menjatuhkan mental atau psikologis calon penyumbang,” pungkasnya.
Saat dikonfirmasi, Hanna Widya Wati dari Inspektorat Kabupaten Kebumen menegaskan bahwa jika benar terjadi pelanggaran, maka oknum yang bersangkutan akan diberikan sanksi tegas sesuai aturan yang berlaku, khususnya PP 12/2010 Jo PP 66/2010. “Larangan pungutannya ada di Perbub 32 di pasal 25, ini secara khusus untuk PPDB,” tegasnya via WhatsApp pada 27 Juni 2024.
Di sisi lain, Kepala Sekolah SMPN 2 Kebumen, Dra. Siti Makmuroh, ei konfirmasi terkait pungutan tersebut membantah adanya dugaan skema pungutan sumbangan sukarela yang terkesan memaksa. Menurutnya, sumbangan tersebut bervariasi dan sesuai kemampuan serta kesanggupan masing-masing orang tua siswa. “Bahkan di sekolah kami ada yang sama sekali tidak membayar sumbangan. Kami tidak memaksa, ya jangan cuma sumbangan yang nominalnya 1 juta ke atas saja yang dilihat, yang kecil-kecil 500 ribu ke bawah juga dilihat,” tandasnya. ( Dir )