Kira-kira demikian cara gampang melihat ekspektasi warga terhadap calon kepala daerah. Selalu berkorelasi dengan dukungan yang didapatkannya. Semakin kecil dukungan, maka ekspektasinya juga rendah.
Ekspektasi adalah harapan yang diimpikan para pemilih untuk terwujud. Isinya bergantung pada apa yang sudah dijanjikan. Semakin janji tersebut menyentuh kebutuhan warga, semakin tinggi dukungannya, dan harapannya tentu juga semakin besar.
Ekspektasi akan terbagi kepada seberapa banyak jumlah calon kepala daerah yang disuguhkan pada satu daerah pemilihan. Bila calon kepala daerah lebih dari satu pasang calon, misalnya tiga atau lima pasang calon, maka harapan juga terbagi menjadi tiga atau lima bagian, jumlahnya bergantung pada perolehan suara masing-masing calon.
Lantas bagaimana dengan calon tunggal ?
Jangan jumawa para calon tunggal, karena di balik calon tunggal, ada ekspektasi yang sangat besar terhadapnya. Boleh jadi ekspektasinya mencapai 100%, karena lawanya yang hanya berupa kotak kosong, sama sekali tidak mewakili harapan, apalagi mimpi.
Bisa dibayangkan bila ekspektasi yang besar tersebut kemudian tidak tercapai, maka arus balik yang menolak, yang kecewa dan bahkan yang menyesal, juga sebesar ekspektasi tersebut.
Apalagi bila sejak awal sudah banyak yang menyesalkan keberadaan calon tunggal, karena dianggap mengerdilkan partisipasi demokrasi, pastilah memunculkan pelampiasan, ekspresi dari kritik bahkan protes, sehingga jangan heran pasti ada yang memilih kotak kosong. Bahkan, bukan mustahil kotak kosong menang, apalagi bila muncul pemahaman bahwa di balik kotak kosong, akan ada birokrat berpengalaman yang menempatinya.
Ambin Demokrasi
Noorhalis Majid