Modin Girimargo Miri Larang Warga Berkomunikasi dengan LSM dan Wartawan, Ada Apa ???

Sragen -- Peristiwa tak terduga terjadi di Desa Girimargo, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen, saat warga setempat, Hartono, sedang mengantri untuk mengambil bantuan beras di kantor desa. Secara tiba-tiba, Hartono yang sedang menunggu gilirannya, didatangi oleh Modin desa bernama Mulyono. Tanpa basa-basi, Mulyono langsung menanyakan, "Kamu sudah ketemu pak lurah belum?"

Hartono yang tidak mengerti maksud pertanyaan itu menjawab, “Belum, memang ada apa, Pak?”

Sontak, Mulyono merespons dengan pernyataan yang mengejutkan. “Tentang kamu yang viral di beberapa media, lain kali kamu jangan berhubungan dengan LSM dan wartawan.”

Mendengar pernyataan tersebut, Hartono hanya bisa terdiam, sementara warga yang berada di sekitarnya mulai membicarakan kejadian itu. Larangan yang disampaikan oleh Mulyono ini memicu kecaman dari beberapa rekan LSM dan wartawan di Jawa Tengah.
Ketua LSM Garuda Indonesia Maju, Guntur Adi Pradana, SH., MH., C.Me., memberikan tanggapannya, “Maksud dan tujuan apa melarang komunikasi warga dengan LSM? Berita kemarin itu adalah tentang seorang anak yang mencari ayah kandungnya karena sudah 38 tahun tidak bertemu. Jangan sampai masalah ini malah menghambat hak warga untuk mendapatkan informasi dan bantuan.”

Sementara itu, Ketua DPC Persatuan Pewarta Warga Indonesia PPWI, Warsito, menegaskan, “Modin bukannya memberikan support, malah membujuk agar warga tidak berkomunikasi dengan LSM dan wartawan. Pemerintah Desa Girimargo perlu dipertanyakan keterbukaannya dalam publikasi informasi. Nanti kita akan minta rekan-rekan untuk cek ke lokasi terkait pembangunan yang menggunakan anggaran dana desa, anggaran aspirasi, dan Banprov. Kalau ada oknum pemerintah desa yang takut dengan wartawan dan LSM, pasti ada sesuatu yang disembunyikan,” tegas Wilson.

Peristiwa ini bermula dari pemberitaan di beberapa media online dengan judul Air Mata di Ujung Penantian: Kisah Hartono Pria 38 Tahun Asal Sragen Mencari Ayahnya.

Hartono, seorang pria berusia 38 tahun asal Sragen, hidup dalam kesunyian panjang tanpa pernah bertemu dengan sosok ayah kandungnya. Sejak kecil, ia dibesarkan oleh kakek dan neneknya di Desa Precet, Girimargo, Miri, Sragen. Nama ayahnya, Pujastoto, adalah sebuah bayang-bayang samar yang hanya ia dengar dari cerita tetangga sewaktu ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Pujastoto, warga asli Jawa Timur, diduga tinggal di Pasuruan. Namun, kabar itu tak pernah bisa dipastikan, hanya sebatas bisikan di tengah malam yang dingin.

Saat menginjak Sekolah Teknik Menengah (STM), dorongan untuk mencari ayahnya semakin kuat. Dia mulai mencari informasi tentang ayah kandungnya, namun setiap usaha yang dilakukan berujung pada jalan buntu. Tidak ada seorang pun yang tahu dengan pasti di mana Pujastoto berada. Pertanyaan-pertanyaannya kepada paman, saudara, bahkan tetangga, hanya berujung pada ketidaktahuan.

Pada suatu malam Minggu, tepatnya tanggal 6 Oktober 2024 sekitar pukul 03.00 WIB, Hartono yang gelisah akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan wartawan dari Berita Istana. Di rumah kecilnya di Precet, dia menceritakan kerinduan mendalamnya akan sang ayah.

“Iya, Mas. Waktu itu saya benar-benar kaget ketika tetangga bilang kalau bapak kandung saya ada di Jawa Timur. Sampai sekarang saya tidak tahu keberadaannya, tapi menurut informasi katanya berada di Pasuruan,” kata Hartono dengan mata berkaca-kaca.

Suaranya mulai gemetar saat ia melanjutkan ceritanya. “Saya sudah lama pengin ketemu bapak saya. Semoga bapak masih hidup. Kalau sudah tidak ada, saya ingin tahu di mana kuburnya. Saya sudah tanya ke paman, saudara, tetangga, tapi tidak ada yang tahu. Rasanya sakit, Mas, nggak bisa ketemu bapak saya,” ujarnya sambil menangis.

Mendengar kisah pilu Hartono, Warsito, seorang tetangga, memberikan ide untuk mencari informasi ke kantor agama KUA Miri. Warsito menyarankan agar Hartono meminta bantuan untuk melihat arsip pernikahan ayahnya, yang diduga menikah sekitar tahun 1984-1985. Warsito berharap catatan tersebut bisa menjadi petunjuk penting untuk melacak keberadaan Pujastoto.

Hartono, dengan hati yang masih penuh harap, memohon kepada siapa pun yang mengenal atau mengetahui keberadaan Pujastoto untuk menghubungi dirinya. “Saya berharap, bagi rekan-rekan yang mengetahui bapak saya, kalau beliau masih hidup, tolong beritahu saya. Ini nomor saya, 0852-5751-5757. Saya ingin bertemu bapak saya, ingin merasakan pelukan bapak saya yang selama ini hanya bisa saya impikan,” ucapnya sambil menyeka air mata yang tak henti menetes.

Berdasarkan cerita dari tetangga, ayah Hartono pernah berusaha menjemputnya saat masih kecil. Namun, karena kondisi kesehatan ayahnya yang saat itu sedang sakit, pertemuan tersebut tidak pernah terjadi. Kini, Hartono berharap kesempatan itu bisa terwujud, meski puluhan tahun telah berlalu.

Kisah Hartono yang viral di beberapa media, pada dasarnya, adalah ekspresi dari kerinduan seorang anak yang tak pernah melihat sosok ayah kandungnya. Penantian panjang ini, kini tak hanya mendapat perhatian publik, tetapi juga memicu diskusi tentang hak warga untuk berkomunikasi dengan LSM dan wartawan dalam mendapatkan bantuan serta informasi yang mereka butuhkan.

Penulis: TIM:Red
Lebih baru Lebih lama