Netralitas Hakim PN Kuningan Dipertanyakan dalam Penanganan Sengketa Tanah di Kecamatan Darma

Kuningan, Jawa Barat – Proses pemeriksaan setempat (PS) dalam sengketa tanah negara di Daerah Milik Jalan (DMJ) Nasional di Desa Darma, Kecamatan Darma, Kabupaten Kuningan, pada Jumat (11/10/2024), diwarnai dengan isu dugaan keberpihakan hakim. Sengketa ini melibatkan gugatan atas tanah dan bangunan yang terletak di DMJ dengan nomor objek pajak (NOP): 32.10.010.012.017-0002.0, yang diklaim sebagai tanah negara. Peraturan daerah yang berlaku mengatur bahwa jarak bangunan dari jalan nasional harus minimal 22,5 meter, sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 8 Tahun 2013, dan minimal 10 meter menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2009.

Namun, proses pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kuningan memicu kontroversi. Kuasa hukum tergugat, Bambang L.A. Hutapea, S.H., M.H., C.Med., mengungkapkan ketidakpuasan terhadap pelaksanaan PS tersebut. Menurutnya, Majelis Hakim bersama pihak penggugat, kuasa hukum penggugat, dan pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional), telah melakukan pertemuan terlebih dahulu di kantor Kepala Desa Darma tanpa memberitahu pihak tergugat.
"Setelah tergugat menunggu beberapa jam di lokasi, majelis hakim datang sekitar pukul 09.30 WIB, dan ternyata mereka telah mengadakan pertemuan terlebih dahulu dengan penggugat dan kuasa hukumnya di kantor desa tanpa memberitahu kuasa hukum tergugat atau tergugat sendiri," ungkap Bambang Hutapea kepada awak media.

Bambang mempertanyakan netralitas Majelis Hakim dalam kasus ini. Ia menyinggung pentingnya menjaga marwah hakim sesuai dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta Kode Etik dan Perilaku Hakim yang tertuang dalam SKB Nomor 074/KMA/SKB/IV/2009 dan SKB Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009. Bambang menegaskan bahwa hakim harus bersikap adil, jujur, arif, mandiri, serta menjunjung tinggi integritas dan profesionalitas.

"Seharusnya hakim berprinsip pada equality before the law. Hakim wajib mengikuti dan memahami nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat, seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009," lanjut Bambang.

Ia juga menyoroti adanya kesalahan dalam gugatan yang diajukan penggugat, di mana batas-batas tanah yang disebutkan dalam gugatan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Dalam gugatan disebutkan bahwa batas sebelah utara adalah Jalan Raya Darma, padahal faktanya batas tersebut adalah Jalan Raya Nasional Wilayah Pelayanan V. Selain itu, dalam gugatan batas sebelah barat disebut sebagai tanah milik Endud, sedangkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa batas tersebut adalah tanah milik Sarip. Sebaliknya, batas sebelah timur dalam gugatan disebut milik Sarip, tetapi faktanya adalah milik Endud.

"Batas tanah sebelah selatan sudah sesuai dengan fakta, yaitu milik Saleh Suwandi dan patok Daerah Milik Jalan (DMJ) Tanah Negara," pungkasnya.

Bambang Hutapea menekankan bahwa Majelis Hakim seharusnya lebih berhati-hati dalam menangani kasus ini dan memastikan semua pihak yang terlibat mendapatkan informasi secara adil dan transparan. Dugaan adanya keberpihakan dalam pelaksanaan sidang ini menurutnya patut dipertanyakan, dan pihaknya akan terus memperjuangkan hak kliennya untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.

Kasus sengketa tanah ini diperkirakan akan terus bergulir dan menjadi sorotan publik, mengingat sensitivitas permasalahan tanah negara serta dugaan ketidaknetralan dalam proses hukum yang tengah berlangsung. ( Asep Suherman SH )

Lebih baru Lebih lama