Lamandau -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus narkotika jenis sabu seberat 33,6 kilogram di Kabupaten Lamandau resmi mengajukan upaya banding terhadap vonis pengadilan pada Rabu, 13 November 2024. Keputusan ini diumumkan oleh Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Lamandau, Bersy Prima, kepada media. Bersy menyatakan bahwa Kejari Lamandau telah menerima salinan lengkap putusan perkara Humaidi dan Yuliansyah, dua terdakwa yang divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Nanga Bulik.
"Kejari Lamandau telah menerima salinan putusan lengkap perkara Humaidi dkk terkait kasus narkotika sabu 33 kilogram pada hari ini, Rabu (13/11/2024), dan Kajari telah memerintahkan JPU untuk segera menyusun memori banding," jelas Bersy.
JPU menilai bahwa vonis penjara seumur hidup yang dijatuhkan kepada kedua terdakwa, Humaidi (43) dan Yuliansyah (41), terlalu ringan. Bersy menegaskan bahwa besarnya barang bukti yang disita seharusnya menjadi dasar bagi para terdakwa untuk dijatuhi hukuman mati, sesuai dengan tuntutan JPU.
Pertimbangan Hakim dan Peran Terdakwa
Majelis hakim mempertimbangkan bahwa hukuman mati dianggap terlalu berat, mengingat peran para terdakwa dalam jaringan peredaran narkotika ini hanyalah sebagai kurir. Hakim menyatakan bahwa kedua terdakwa dikendalikan oleh seseorang bernama Wahab, yang saat ini masih buron (DPO). Wahab menawarkan imbalan uang yang besar sehingga terdakwa bersedia menjadi kurir. Menurut hakim, para terdakwa juga tidak mengetahui jumlah barang yang mereka bawa, karena transportasi dan narkotika disediakan oleh Wahab dan rekan lainnya.
Pertimbangan lain dari hakim termasuk faktor ekonomi, di mana terdakwa mengalami kesulitan finansial, terlilit utang, dan harus menanggung keluarga. Selain itu, hakim menilai bahwa barang bukti narkotika tidak sempat diedarkan, sehingga belum ada dampak langsung yang ditimbulkan. Majelis hakim juga menyebut bahwa para terdakwa tidak terkait dengan jaringan narkotika internasional.
JPU: Kurir Memiliki Peran Krusial
JPU menilai bahwa peran kurir sangat penting dalam rantai peredaran narkotika, dan kurir dianggap sama pentingnya dengan bandar. Bersy menyatakan, “Bandar tidak akan bisa beroperasi tanpa kurir. Kurir berperan besar dalam bisnis narkotika, apalagi mereka berani menempuh jarak jauh untuk mengantar barang tersebut.” Oleh karena itu, pihak kejaksaan berpandangan bahwa vonis hukuman mati layak diberikan kepada kurir untuk menimbulkan efek jera.
Bersy juga menegaskan bahwa vonis ini tidak selaras dengan semangat pemberantasan narkotika yang menjadi prioritas pemerintah. JPU berpandangan bahwa toleransi terhadap kurir berpotensi mendorong semakin maraknya kasus serupa. Ia mencontohkan penangkapan baru-baru ini atas kurir yang membawa 50 kg sabu, yang dinilai memperkuat kebutuhan akan efek jera melalui hukuman berat.
Kejari Lamandau akan Menyusun Memori Banding
Saat ini, Kejaksaan Negeri Lamandau tengah menyusun memori banding sebagai langkah hukum selanjutnya. "Kami berpendapat bahwa meskipun terdakwa tidak mengetahui berat barang, mereka sadar bahwa barang yang mereka bawa berjumlah besar dengan imbalan mencapai Rp 300 juta. Ini bukan jumlah kecil," ucap Bersy.
Bersy juga mempertanyakan pemahaman bahwa kondisi ekonomi yang sulit dapat menjadi alasan pembenaran. "Apakah orang yang kesulitan ekonomi diperbolehkan membawa narkotika? Apakah harus menunggu korban jatuh dulu untuk menindak tegas? Negara kita sedang dalam situasi darurat narkoba," tegasnya.
Dalam putusan sidang pada 11 November 2024, Ketua Majelis Hakim Evan Setiawan Dese, bersama anggota hakim Tony Arifuddin Sirait dan Rendi Abednego Sinaga, menyatakan bahwa terdakwa Humaidi alias Umai dan Yuliansyah alias Juli bersalah atas dakwaan utama melanggar Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Meski terbukti bersalah, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup alih-alih pidana mati sesuai tuntutan JPU.