Kejati Sumsel Klarifikasi Berita Viral Kasus Penganiayaan oleh Terpidana Novi Binti Agani (Alm)

Palembang – Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) melalui Kasi Penerangan Hukum, Vanny Yulia Eka Sari, SH, MH, memberikan klarifikasi pada Senin, 18 November 2024, terkait berita viral mengenai perkara penganiayaan oleh terpidana Novi Binti Agani (Alm). Kejati Sumsel menegaskan bahwa proses hukum telah berjalan sesuai prosedur, sehingga tidak ada unsur pendzoliman terhadap terpidana sebagaimana diberitakan.

Fakta Perkara dan Putusan Pengadilan

Dalam perkara tersebut, Novi Binti Agani (Alm) dinyatakan bersalah karena melakukan penganiayaan terhadap korban Adnan Bin Cik Nun. Putusan Pengadilan Negeri Lahat Nomor 436/Pid.B/2024/PN.Llg tertanggal 21 Oktober 2024 menyebutkan bahwa terpidana melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Ia dijatuhi hukuman penjara 1 tahun 2 bulan.

Baik terpidana maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerima putusan tersebut, sehingga perkara ini telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) pada 28 Oktober 2024.

Pertimbangan dalam Putusan

Dalam klarifikasinya, Vanny Yulia Eka Sari menjelaskan bahwa tujuan penegakan hukum adalah untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, dan manfaat bagi masyarakat. Hal ini tercermin dalam proses persidangan dan vonis yang dijatuhkan.

“Korban, Adnan Bin Cik Nun, merupakan penyandang disabilitas (tuna rungu dan tuna wicara) yang mengalami luka bakar serius di bagian punggung hingga pantat. Hal ini dibuktikan melalui Visum Et Repertum Nomor 359/175/PKM-SR/2024,” ujar Vanny.

Namun, Kejati Sumsel juga memperhatikan kondisi terpidana sebagai seorang single parent yang memiliki anak kecil. Karena itu, JPU tidak menuntut hukuman maksimal untuk terpidana.

Perbuatan Main Hakim Sendiri Tidak Dibenarkan

Kejati Sumsel menekankan bahwa tindakan terpidana menyiram cuka para (air keras) kepada korban tidak dapat dibenarkan, apapun alasannya. Hal ini masuk dalam kategori main hakim sendiri (Eigenrichting), yang bertentangan dengan prinsip hukum.

“Jika benar korban sebelumnya mengintip atau menguntit terpidana sehingga menimbulkan rasa terganggu, terpidana seharusnya melapor kepada pihak berwajib, bukan mengambil tindakan kekerasan,” tambah Vanny.

Penegasan Kejati Sumsel

Kejati Sumsel mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh narasi yang menyebut adanya pendzoliman terhadap terpidana. Proses hukum dalam perkara ini telah dilakukan secara adil, dengan mempertimbangkan fakta-fakta persidangan serta aspek kemanusiaan.

“Penegakan hukum bukan hanya soal hukuman, tetapi juga keadilan bagi korban dan terpidana. Kejati Sumsel berharap masyarakat dapat memahami konteks perkara ini secara objektif,” tutup Vanny.

Dengan klarifikasi ini, Kejati Sumsel berharap dapat meluruskan kesalahpahaman yang beredar dan memastikan bahwa setiap langkah hukum yang diambil senantiasa berdasarkan prinsip keadilan dan kepastian hukum.



Lebih baru Lebih lama