Lebak, Banten – Praktisi hukum Ujang Kosasih, S.H., kembali mengingatkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak untuk berhati-hati dan cermat dalam menangani tahap II perkara dua mahasiswa yang telah ditahan selama 40 hari oleh Polres Lebak. Masa penahanan tersebut bahkan diperpanjang oleh Kejari hingga 10 Desember 2024. (21/11/2024)
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama Aliansi Mahasiswa Cilangkahan dan Lebak, yang telah melaporkan Polres Lebak ke Divisi Pengaduan Masyarakat (Dumas) Mabes Polri. Laporan tersebut diajukan dengan alasan Polres Lebak dianggap memaksakan penangkapan dan penahanan terhadap dua mahasiswa tersebut. Langkah tersebut dinilai dilakukan karena Polres Lebak tidak mampu menghadapi tekanan dari Ketua DPRD terpilih yang menjadi sasaran aksi mahasiswa. Ketua DPRD tersebut ditolak oleh massa aksi karena dianggap memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada 23 September 2024, mahasiswa yang tergabung dalam Paguyuban Peduli Masyarakat Lebak menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Lebak. Aksi ini bertujuan untuk menolak Ketua DPRD berinisial J memimpin DPRD Lebak. Penanggung jawab aksi, DK, menjelaskan bahwa masyarakat tidak menginginkan pemimpin yang memiliki latar belakang keturunan PKI.
Namun, aksi tersebut berujung ricuh. Bentrokan antara polisi dan demonstran mengakibatkan pagar Gedung DPRD roboh, menimpa seorang anggota Satpol PP. Akibat insiden ini, Polres Lebak menetapkan dua mahasiswa peserta aksi sebagai tersangka. Keduanya dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 170 Ayat (1) KUHP, Pasal 360 Ayat (2) KUHP, Pasal 359 KUHP, dan Pasal 55 KUHP.
Aliansi mahasiswa bersama sejumlah praktisi hukum dan aktivis menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini. Menurut mereka, tuduhan yang dilayangkan kepada dua mahasiswa tersebut terkesan dipaksakan. “Kami akan mengambil langkah hukum terhadap Polres Lebak dan Kejari Lebak bila kasus ini terus dilanjutkan tanpa mempertimbangkan keadilan,” tegas Ujang Kosasih.
Lebih jauh, para aktivis menyatakan rencana melaporkan Kejari Lebak dan jaksa penuntut umum (JPU) ke Satgas 53 Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Banten jika ditemukan indikasi kolusi dengan Polres Lebak untuk memenjarakan dua mahasiswa tersebut.
“Jika ada bukti bahwa Kejari bersengkongkol dengan Polres, maka kami tidak akan ragu untuk membawa kasus ini ke jenjang yang lebih tinggi,” pungkasnya.
Kasus ini memicu dukungan luas dari berbagai elemen masyarakat di Lebak. Mereka berharap Kejari Lebak dapat bertindak selektif dan profesional dalam menilai berkas P21 yang diserahkan Polres. Harapan ini muncul agar keadilan tetap terjaga dan tidak ada pihak yang dikorbankan secara tidak proporsional.
Kasus ini akan terus menjadi perhatian masyarakat Lebak, terutama dalam menjaga independensi penegakan hukum di wilayah tersebut.