Kuantan Singingi, Riau – Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, kembali menjadi sorotan. Ketua DPP Pemuda LIRA Bidang Hukum, Daniel Saragi, S.H., mengungkapkan bahwa dampak PETI sangat nyata terlihat dari keruhnya aliran anak sungai yang melintasi tengah kota, kecamatan, hingga desa-desa sekitar. Kondisi ini terjadi siang dan malam, mencerminkan kerusakan lingkungan yang terus berlangsung.
Menurut Daniel, meskipun telah ada peringatan tegas dari Kapolri Jenderal Listyo Prabowo agar aparat tidak terlibat membekingi tambang ilegal, beberapa lokasi tambang PETI tetap beroperasi aktif. "Sungai-sungai yang tercemar akibat aktivitas PETI tidak lagi bisa dimanfaatkan masyarakat. Ironisnya, daerah tidak mendapatkan manfaat ekonomi, sementara keuntungan justru dinikmati oleh para pemodal dan penadah hasil emas ilegal," tegas Daniel.
Lokasi Tambang PETI yang Terpantau
Berdasarkan hasil investigasi, beberapa lokasi tambang ilegal yang aktif di Kuansing antara lain:
1. Desa Serosah, Kecamatan Hulu Kuantan
Menggunakan mesin dompeng dan alat berat.
Lokasi dipagari oleh pemilik untuk membatasi akses.
Pernah terjadi longsor pada 2020 yang menewaskan empat pekerja.
2. Desa Logas, Kecamatan Singingi
Terdapat sekitar 20 rakit mesin dompeng dan alat berat di Sungai Rumbio Mudi Lembu.
3. Kota Teluk Kuantan dan sekitarnya
Aktivitas tambang ilegal terpantau di sejumlah lokasi.
Dampak Lingkungan dan Sosial
PETI di Kuansing telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius, termasuk pencemaran sungai yang berdampak pada ketersediaan air bersih bagi masyarakat. Selain itu, minimnya standar keselamatan pekerja meningkatkan risiko kecelakaan, seperti tragedi longsor di Desa Serosah. Aktivitas ini juga berpotensi memicu bencana alam seperti banjir dan konflik sosial di masyarakat.
Penegakan Hukum yang Lemah
Aktivitas PETI jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 158 mengatur bahwa penambangan tanpa izin dapat dijatuhi hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Namun, lemahnya penegakan hukum menjadi sorotan utama. "Aparat penegak hukum harus segera bertindak tegas. Penindakan yang konkret, edukasi masyarakat tentang bahaya tambang ilegal, dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus segera dilakukan," tegas Daniel.
Solusi dan Harapan
Daniel Saragi mendesak pemerintah daerah dan aparat untuk tidak tinggal diam. "Kami meminta perhatian serius untuk menghentikan praktik PETI ini sebelum kerusakan yang lebih besar terjadi. Jangan sampai hukum hanya menjadi aturan di atas kertas," pungkasnya.
Kerusakan lingkungan akibat PETI di Kuansing bukan hanya masalah lokal, tetapi menjadi isu nasional yang membutuhkan perhatian bersama untuk memastikan masa depan lingkungan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Tim Investigasi