Aliansi Anti JIL Desak Penegakan Hukum atas Penyelenggaraan Internet Ilegal

Batu Bara, Sumut – Aliansi Anti Jaringan Internet Ilegal (ANTI-JIL) menyoroti maraknya praktik penyelenggaraan jaringan internet ilegal, khususnya RT/RW Net, yang merugikan perusahaan telekomunikasi dan melanggar aturan hukum di Indonesia. Praktik ini diduga melibatkan penjualan kembali bandwidth internet tanpa izin dari penyedia layanan resmi.

Menurut ANTI-JIL, praktik RT/RW Net ilegal tidak hanya berdampak pada persaingan usaha yang tidak sehat tetapi juga berpotensi merugikan konsumen karena tidak memenuhi standar layanan. "Penegakan hukum harus dilakukan terhadap seluruh pihak yang terlibat, termasuk pelaku yang mencuri bandwidth dari penyedia layanan resmi," tegas juru bicara ANTI-JIL dalam keterangan resmi, Jumat (3/1).

Landasan Hukum dan Sanksi

ANTI-JIL menjelaskan bahwa berbagai peraturan telah mengatur penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan transaksi elektronik di Indonesia, antara lain:

1. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja – Mengatur pelanggaran keamanan siber dan penyalahgunaan jaringan.
2. UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta – Melindungi hak penyedia layanan atas jaringan dan teknologi mereka.
3. UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi – Mengatur izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.
4. PP No. 82 Tahun 2012 dan Permen Kominfo No. 5 Tahun 2021 – Mengatur penyelenggaraan sistem dan jaringan telekomunikasi.

Sanksi pelanggaran dapat berupa pidana penjara hingga 5 tahun dan denda mencapai Rp1 miliar.
Temuan Lapangan

Tim investigasi media bersama ANTI-JIL menemukan sejumlah indikasi pelanggaran di Kabupaten Simalungun dan Batu Bara, Sumatera Utara. Di beberapa lokasi, voucher hotspot dengan merek dagang "Nusanet" dijual seharga Rp5.000 untuk akses 24 jam, namun penyelenggara tidak memiliki izin resmi dari Kominfo.

Penelusuran mengungkapkan bahwa jaringan internet di Desa Petatal, Kecamatan Datuk Tanah Datar, Batu Bara, menggunakan bandwidth yang diduga diperoleh secara ilegal dari penyedia layanan PT DNS dan PT TI. Data menunjukkan penggunaan web dengan kecepatan internet rata-rata 3,8–4,6 Mbps di bawah alamat IP yang teridentifikasi sebagai milik oknum tertentu berinisial IL dan Ris.

Pernyataan ANTI-JIL

ANTI-JIL menyebutkan bahwa penyelenggaraan internet ilegal ini melibatkan pemalsuan data lokasi dan penggunaan infrastruktur tanpa perjanjian kerja sama resmi. “Ini adalah bentuk pelanggaran serius yang mencederai industri telekomunikasi. Pihak terkait harus segera diinvestigasi dan diproses hukum,” ujar perwakilan ANTI-JIL.

Selain itu, mereka mendesak kepolisian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mengambil langkah tegas. ANTI-JIL juga mendorong edukasi masyarakat agar tidak menjadi konsumen dari jaringan ilegal ini.
Tantangan Penegakan Hukum

Praktik penyelenggaraan internet ilegal sering kali sulit diungkap karena melibatkan jaringan yang tersembunyi dan penggunaan teknologi canggih. Oleh karena itu, ANTI-JIL menegaskan pentingnya kolaborasi antarinstansi untuk memonitor aktivitas jaringan, menganalisis data, dan melakukan penindakan terhadap pelaku.

“Keamanan siber harus menjadi prioritas untuk melindungi konsumen dan industri telekomunikasi yang sah,” tutup ANTI-JIL.

Dengan temuan ini, publik berharap pihak berwenang segera bertindak untuk menegakkan hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku. Praktik ilegal seperti ini tidak hanya merugikan secara finansial tetapi juga berpotensi membahayakan keamanan data pengguna.

Lebih baru Lebih lama