Respon Beragam atas "Ngamuknya" Menteri Pendidikan Tinggi: Pemimpin Harus Jadi Teladan

Banjarmasin, Kalsel – Pemberitaan mengenai "ngamuknya" Menteri Pendidikan Tinggi baru-baru ini menuai tanggapan dari berbagai pihak di Banjarmasin. Informasi yang dihimpun pada Selasa (21/1/2025) melalui pesan WhatsApp sejumlah tokoh menunjukkan keprihatinan atas situasi ini, yang dinilai dapat mencoreng citra kepemimpinan dan institusi pemerintahan.

Humas Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Selatan (UNUKASE), Muhdi, SE, MM, menilai bahwa sikap kasar atau tidak profesional, seperti yang disebutkan dalam pemberitaan (misalnya, marah-marah, main tampar, atau memecat secara emosional), mencerminkan gaya kepemimpinan yang bermasalah.

“Penting bagi seorang pemimpin untuk memiliki pendekatan yang konstruktif, menghormati orang lain, dan menyelesaikan konflik secara profesional. Reaksi emosional yang berlebihan hanya akan merusak moral tim dan mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah,” ujar Muhdi melalui pesan WhatsApp, Selasa (21/1/2025).

Muhdi juga menekankan pentingnya komunikasi efektif dan pengelolaan stres untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif. Namun, ia mengingatkan agar masyarakat tidak terburu-buru membuat kesimpulan tanpa mendapatkan informasi yang lengkap dan terverifikasi.

Kritik dari Akademisi

Ketua Program Studi Magister Akuntansi Institut Bisnis dan Teknologi Kalimantan (IBITEK), Dr. Saiful Anuar Syahdan, SE, MSi, Ak, CA, turut menyampaikan kritiknya. Sebagai tenaga kependidikan, ia sangat menyayangkan sikap menteri yang dianggap tidak mencerminkan seorang pejabat negara.

“Sebagai pembantu presiden yang menangani bidang riset dan teknologi, seorang menteri seharusnya mengedepankan sikap bijak, terutama di tengah transisi kepemimpinan negara. Kami berharap beliau lebih fokus pada program dan kerja yang meningkatkan kualitas riset nasional di era globalisasi,” tegas Saiful.

Fokus pada Kebijakan, Bukan Karakter

Sementara itu, Noorhalis Majid, penulis dan pengamat budaya masyarakat Kalimantan Selatan, menilai bahwa seorang pejabat publik harus mampu mengayomi, membina, dan menjadi panutan bagi bawahannya.

“Sikap arogan dan kasar, apalagi sampai main pukul, tidak akan menyelesaikan masalah. Justru, hal tersebut hanya menguras perhatian dan energi untuk hal-hal yang tidak penting,” ujar Noorhalis.

Ia juga menegaskan bahwa seorang menteri seharusnya fokus pada persoalan besar terkait pendidikan, bukan pada hal-hal remeh seperti masalah air di rumah atau tindakan emosional yang tidak memberikan teladan.

“Masih banyak persoalan penting di dunia pendidikan yang harus menjadi perhatian. Menteri seharusnya ‘ribut’ pada isu-isu besar, seperti peningkatan mutu pendidikan nasional, bukan pada masalah kecil yang hanya merusak citra kepemimpinan,” tutup Noorhalis.

Beragam tanggapan ini mencerminkan harapan masyarakat terhadap kepemimpinan yang lebih bijak dan profesional, khususnya dalam menghadapi tantangan besar di bidang pendidikan dan riset nasional. (Juna)

Lebih baru Lebih lama