Jakarta – Babak baru dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Banjarbaru resmi dimulai. Tim Hukum Banjarbaru Hanyar (Haram Manyarah), mewakili dua warga Kota Banjarbaru dan seorang pemantau pemilu, memulai sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (9/1). Sidang yang berlangsung di ruang sidang Gedung MKRI 1 lantai 4 ini dipimpin oleh Hakim Panel III, yakni Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S., Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., serta Dr. Daniel Yusmic P. Foekh, S.H., M.Hum., yang menggantikan Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H., karena sakit.
Dugaan Pelanggaran dan Permohonan Pembatalan
Tim Hukum, yang diketuai oleh Dr. Muhamad Pazri, S.H., M.H., bersama Prof. Denny Indrayana, S.H., LLM., Ph.D., dan sejumlah ahli hukum lainnya, menyampaikan permohonan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024. Mereka menilai keputusan tersebut, yang mengesahkan hasil suara Pilkada, melanggar prinsip demokrasi.
Dalam keterangannya, Tim Hukum menyoroti sejumlah dugaan pelanggaran, termasuk keputusan KPU untuk tetap mencantumkan pasangan calon (paslon) nomor 2, yang telah didiskualifikasi, pada surat suara. Hal ini menyebabkan 78.736 suara (68,5%) dinyatakan tidak sah. Menurut mereka, tindakan tersebut merugikan hak pilih masyarakat Banjarbaru.
Anomali Pilkada dan Ketiadaan Kolom Kosong
Pasca diskualifikasi paslon nomor 2 pada 31 Oktober 2024, Pilkada hanya menyisakan paslon nomor 1. Berdasarkan Pasal 54C UU Pemilukada, pemilihan seharusnya dilakukan dengan mekanisme calon tunggal melawan kolom kosong. Namun, KPU tetap mencantumkan paslon terdiskualifikasi pada surat suara, mengakibatkan ketidakpastian hukum dan hilangnya hak suara bagi sebagian besar pemilih.
“Pilkada Kota Banjarbaru lebih menyerupai aklamasi untuk memenangkan satu paslon, bukan pemilihan umum yang demokratis,” ujar Prof. Denny Indrayana.
Tuntutan dan Rekomendasi
Para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan keputusan KPU Kota Banjarbaru dan memerintahkan pemilihan ulang. Selain itu, mereka mengusulkan agar penyelenggaraan pemilihan diambil alih oleh KPU RI untuk memastikan profesionalisme dan netralitas.
Potensi Dampak Putusan MK
Apabila MK mengabulkan permohonan ini, Pilkada Kota Banjarbaru kemungkinan akan diulang pada tahun berikutnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 54D ayat (2) UU Pemilukada yang menyebutkan bahwa jika paslon tunggal tidak mencapai suara 50%, pemilihan harus diulang.
Sidang berikutnya akan menentukan kelanjutan proses hukum yang dapat menjadi preseden penting dalam pelaksanaan Pilkada di Indonesia.